Minggu, 19 September 2010

RUU PORNOGRAFI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
TENTANG
PORNOGRAFI
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang
dimaksud dengan:
1.Pornografi adalah materi
seksualitas yang dibuat oleh
manusia dalam bentuk gambar,
sketsa, ilustrasi, foto, tulisan,
suara, bunyi, gambar bergerak,
animasi, kartun, syair,
percakapan, gerak tubuh, atau
bentuk pesan komunikasi lain
melalui berbagai bentuk
media komunikasi dan/atau
pertunjukan di muka umum,
yang dapat membangkitkan
hasrat seksual dan/atau
melanggar nilai-nilai kesusilaan
dalam masyarakat.
2.Jasa pornografi adalah segala
jenis layanan pornografi yang
disediakan oleh orang
perseorangan atau korporasi
melalui pertunjukan langsung,
televisi kabel, televisi
teresterial, radio, telepon,
internet, dan komunikasi
elektronik lainnya serta surat
kabar,
majalah, dan barang cetakan
lainnya.
3.Setiap orang adalah orang
perseorangan atau korporasi,
baik yang berbadan hukum
maupun yang tidak berbadan
hukum.
4.Anak adalah seseorang yang
belum berusia 18 (delapan
belas) tahun.
5.Pemerintah adalah
Pemerintah Pusat yang dipimpin
oleh Presiden Republik
Indonesia
yang memegang kekuasaan
pemerintahan negara Republik
Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
6.Pemerintah Daerah adalah
Gubernur, Bupati, atau Walikota,
dan perangkat daerah
sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah.
Pasal 2
Pengaturan pornografi
berasaskan Ketuhanan Yang
Maha Esa, penghormatan
terhadap
harkat dan martabat
kemanusiaan, kebhinnekaan,
kepastian hukum,
nondiskriminasi,
dan perlindungan terhadap
warga negara.
Pasal 3
Pengaturan pornografi
bertujuan:
a.mewujudkan dan memelihara
tatanan kehidupan masyarakat
yang beretika,
berkepribadian luhur,
menjunjung tinggi nilai-nilai
Ketuhanan Yang Maha Esa, serta
menghormati harkat dan
martabat kemanusiaan;
b.memberikan pembinaan dan
pendidikan terhadap moral dan
akhlak masyarakat;
c.memberikan kepastian hukum
dan perlindungan bagi warga
negara dari pornografi,
terutama bagi anak dan
perempuan; dan
2 | RUU-APP September 2008
d.mencegah berkembangnya
pornografi dan komersialisasi
seks di masyarakat.
BAB II
LARANGAN DAN PEMBATASAN
Pasal 4
(1) Setiap orang dilarang
memproduksi, membuat,
memperbanyak,
menggandakan,
menyebarluaskan, menyiarkan,
mengimpor, mengekspor,
menawarkan,
memperjualbelikan,
menyewakan, atau
menyediakan pornografi yang
memuat:
e.persenggamaan, termasuk
persenggamaan yang
menyimpang;
f.kekerasan seksual;
g.masturbasi atau onani;
h.ketelanjangan atau tampilan
yang mengesankan
ketelanjangan; atau
i.alat kelamin.
(2) Setiap orang dilarang
menyediakan jasa pornografi
yang:
a. menyajikan secara eksplisit
ketelanjangan atau tampilan
yang mengesankan
ketelanjangan;
b. menyajikan secara eksplisit
alat kelamin;
c. mengeksploitasi atau
memamerkan aktivitas seksual;
atau
d. menawarkan atau
mengiklankan, baik langsung
maupun tidak langsung layanan
seksual.
Pasal 5
Setiap orang dilarang
meminjamkan atau mengunduh
pornografi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat
(1).
Pasal 6
Setiap orang dilarang
memperdengarkan,
mempertontonkan,
memanfaatkan, memiliki,
atau menyimpan produk
pornografi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat
(1),
kecuali yang diberi kewenangan
oleh perundang-undangan.
Pasal 7
Setiap orang dilarang mendanai
atau memfasilitasi perbuatan
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4.
Pasal 8
Setiap orang dilarang dengan
sengaja atau atas persetujuan
dirinya menjadi objek atau
model yang mengandung
muatan pornografi.
Pasal 9
Setiap orang dilarang
menjadikan orang lain sebagai
objek atau model yang
mengandung muatan
pornografi.
3 | RUU-APP September 2008
Pasal 10
Setiap orang dilarang
mempertontonkan diri atau
orang lain dalam pertunjukan
atau di
muka umum yang
menggambarkan ketelanjangan,
eksploitasi seksual,
persenggamaan,
atau yang bermuatan
pornografi lainnya.
Pasal 11
Setiap orang dilarang
melibatkan anak dalam kegiatan
dan/atau sebagai objek
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 8,
Pasal 9, atau Pasal
10.
Pasal 12
Setiap orang dilarang mengajak,
membujuk, memanfaatkan,
membiarkan,
menyalahgunakan kekuasaan
atau memaksa anak dalam
menggunakan produk atau
jasa pornografi.
Pasal 13
(1) Pembuatan, penyebarluasan,
dan penggunaan pornografi
yang memuat selain
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (1) wajib
mendasarkan pada peraturan
perundang-undangan.
(2) Pembuatan, penyebarluasan,
dan penggunaan pornografi
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus dilakukan di
tempat dan dengan cara khusus.
Pasal 14
Pembuatan, penyebarluasan,
dan penggunaan materi
seksualitas dapat dilakukan
untuk
kepentingan dan memiliki nilai:
a.seni dan budaya;
b.adat istiadat; dan
c.ritual tradisional.
Pasal 15
Ketentuan mengenai syarat dan
tata cara perizinan pembuatan,
penyebarluasan, dan
penggunaan produk pornografi
untuk tujuan dan kepentingan
pendidikan dan pelayanan
kesehatan dan pelaksanaan
ketentuan Pasal 13 diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
BAB III
PERLINDUNGAN ANAK
Pasal 16
Setiap orang berkewajiban
melindungi anak dari pengaruh
pornografi dan mencegah
akses anak terhadap informasi
pornografi.
Pasal 17
1) Pemerintah, lembaga sosial,
lembaga pendidikan, lembaga
keagamaan, keluarga,
dan/atau masyarakat
berkewajiban memberikan
pembinaan, pendampingan,
serta
pemulihan sosial, kesehatan
fisik dan mental bagi setiap
anak yang menjadi korban atau
pelaku pornografi.
2) Ketentuan mengenai
pembinaan, pendampingan,
serta pemulihan sosial,
kesehatan
4 | RUU-APP September 2008
fisik dan mental sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB IV
PENCEGAHAN
Bagian Kesatu
Peran Pemerintah
Pasal 18
Pemerintah dan Pemerintah
Daerah wajib melakukan
pencegahan pembuatan,
penyebarluasan, dan
penggunaan pornografi.
Pasal 19
Untuk melakukan pencegahan
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 18, Pemerintah
berwenang:
a.melakukan pemutusan
jaringan pembuatan dan
penyebarluasan produk
pornografi
atau jasa pornografi, termasuk
pemblokiran pornografi melalui
internet;
b.melakukan pengawasan
terhadap pembuatan,
penyebarluasan, dan
penggunaan
pornografi; dan
c.melakukan kerja sama dan
koordinasi dengan berbagai
pihak, baik dari dalam maupun
dari luar negeri, dalam
pencegahan pembuatan,
penyebarluasan, dan
penggunaan
pornografi.
Pasal 20
Untuk melakukan upaya
pencegahan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18,
Pemerintah Daerah berwenang:
a.melakukan pemutusan
jaringan pembuatan dan
penyebarluasan produk
pornografi
atau jasa pornografi, termasuk
pemblokiran pornografi melalui
internet di wilayahnya;
b.melakukan pengawasan
terhadap pembuatan,
penyebarluasan, dan
penggunaan
pornografi di wilayahnya;
c.melakukan kerja sama dan
koordinasi dengan berbagai
pihak dalam pencegahan
pembuatan, penyebarluasan,
dan penggunaan pornografi di
wilayahnya; dan
d.mengembangkan sistem
komunikasi, informasi, dan
edukasi dalam rangka
pencegahan pornografi di
wilayahnya.
Bagian Kedua
Peran Serta Masyarakat
Pasal 21
Masyarakat dapat berperan serta
dalam melakukan pencegahan
terhadap pembuatan,
penyebarluasan, dan
penggunaan pornografi.
Pasal 22
(1) Peran serta masyarakat
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 dapat dilakukan
5 | RUU-APP September 2008
dengan cara:
a.melaporkan pelanggaran
Undang-Undang ini;
b.melakukan gugatan
perwakilan ke pengadilan;
c.melakukan sosialisasi
peraturan perundang-undangan
yang mengatur tentang
pornografi; dan
d.melakukan pembinaan kepada
masyarakat terhadap bahaya
dan dampak pornografi.
(2) Ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a
dan huruf b dilaksanakan
secara bertanggung jawab dan
sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 23
Masyarakat yang melaporkan
pelanggaran sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22 ayat
(1) huruf a berhak mendapat
perlindungan berdasarkan
peraturan perundang-
undangan.
BAB V
PENYIDIKAN, PENUNTUTAN, DAN
PEMERIKSAAN DI SIDANG
PENGADILAN
Pasal 24
Penyidikan, penuntutan, dan
pemeriksaan di sidang
pengadilan terhadap
pelanggaran
pornografi dilaksanakan
berdasarkan Undang-Undang
tentang Hukum Acara Pidana,
kecuali ditentukan lain dalam
Undang-Undang ini.
Pasal 25
Di samping alat bukti
sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang tentang Hukum
Acara
Pidana, termasuk juga alat bukti
dalam perkara tindak pidana
meliputi tetapi tidak
terbatas pada:
a.barang yang memuat tulisan
atau gambar dalam bentuk
cetakan atau bukan cetakan,
baik elektronik, optik, atau
bentuk penyimpanan data
lainnya; dan
b.data yang tersimpan dalam
jaringan internet dan saluran
komunikasi lainnya.
Pasal 26
(1) Untuk kepentingan
penyidikan, penyidik berwenang
membuka akses, memeriksa,
dan membuat salinan data
elektronik yang tersimpan
dalam fail komputer, jaringan
internet, media optik, serta
bentuk penyimpanan data
elektronik lainnya.
(2) Untuk kepentingan
penyidikan, pemilik data,
penyimpan data, atau penyedia
jasa
layanan elektronik berkewajiban
menyerahkan dan/atau
membuka data elektronik yang
diminta penyidik.
(3) Pemilik data, penyimpan
data, atau penyedia jasa layanan
elektronik setelah
menyerahkan dan/atau
membuka data elektronik
sebagaimana dimaksud pada
ayat (2)
berhak menerima tanda terima
penyerahan atau berita acara
pembukaan data elektronik
dari penyidik.
Pasal 27
6 | RUU-APP September 2008
Penyidik membuat berita acara
tentang tindakan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
26 dan mengirim turunan berita
acara tersebut kepada pemilik
data, penyimpan data,
atau penyedia jasa layanan
komunikasi di tempat data
tersebut didapatkan.
Pasal 28
(1) Data elektronik yang ada
hubungannya dengan perkara
yang sedang diperiksa
dilampirkan dalam berkas
perkara.
(2) Data elektronik yang ada
hubungannya dengan perkara
yang sedang diperiksa dapat
dimusnahkan atau dihapus.
(3) Penyidik, penuntut umum,
dan para pejabat pada semua
tingkat pemeriksaan dalam
proses peradilan wajib
merahasiakan dengan sungguh-
sungguh atas kekuatan sumpah
jabatan, baik isi maupun
informasi data elektronik yang
dimusnahkan atau dihapus.
BAB VI
PEMUSNAHAN
Pasal 29
(1) Pemusnahan dilakukan
terhadap produk pornografi
hasil perampasan.
(2) Pemusnahan produk
pornografi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh
penuntut umum dengan
membuat berita acara yang
sekurang-kurangnya memuat:
a.nama media cetak dan/atau
media elektronik yang
menyebarluaskan pornografi;
b.nama, jenis, dan jumlah
barang yang dimusnahkan;
c.hari, tanggal, bulan, dan tahun
pemusnahan; dan
d.keterangan mengenai pemilik
atau yang menguasai barang
yang dimusnahkan.
BAB VII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 30
Setiap orang yang
memproduksi, membuat,
memperbanyak,
menggandakan,
menyebar-luaskan, menyiarkan,
mengimpor, mengekspor,
menawarkan,
memperjualbelikan,
menyewakan, atau
menyediakan pornografi
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tahun
dan paling lama 12 (dua belas)
tahun atau pidana denda paling
sedikit
Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah) dan paling banyak
Rp6.000.000.000,00
(enam miliar rupiah).
Pasal 31
Setiap orang yang menyediakan
jasa pornografi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4
ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 6 (enam)
bulan dan paling lama
6 (enam) tahun atau pidana
denda paling sedikit
Rp250.000.000,00 (dua ratus
lima
puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp3.000.000.000,00
(tiga miliar rupiah).
Pasal 32
Setiap orang yang
meminjamkan atau mengunduh
pornografi sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal 5 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 4
(empat) tahun atau pidana
denda paling banyak
Rp2.000.000.000,00 (dua miliar
rupiah).
7 | RUU-APP September 2008
Pasal 33
Setiap orang yang
memperdengarkan,
mempertontonkan,
memanfaatkan, memiliki, atau
menyimpan produk pornografi
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 dipidana dengan
pidana paling lama 4 (empat)
tahun atau pidana denda paling
banyak
Rp2.000.000.000,00 (dua miliar
rupiah).
Pasal 34
Setiap orang yang mendanai
atau memfasilitasi perbuatan
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 2
(dua) tahun dan paling
lama 15 (lima belas) tahun atau
pidana denda paling sedikit
Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah) dan paling banyak
Rp7.500.000.000,00 (tujuh
miliar lima ratus juta rupiah).
Pasal 35
Setiap orang yang dengan
sengaja atau atas persetujuan
dirinya menjadi objek atau
model yang mengandung
muatan pornografi
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8
dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun
atau pidana denda
paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah).
Pasal 36
Setiap orang yang menjadikan
orang lain sebagai objek atau
model yang mengandung
muatan pornografi
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 1 (satu)
tahun dan paling lama 12 (dua
belas) tahun atau pidana
denda paling sedikit
Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah) dan paling banyak
Rp6.000.000.000,00 (enam
miliar rupiah).
Pasal 37
Setiap orang yang
mempertontonkan diri atau
orang lain dalam pertunjukan
atau di
muka umum yang
menggambarkan ketelanjangan,
eksploitasi seksual,
persenggamaan,
atau yang bermuatan
pornografi lainnya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10
dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun
atau pidana denda
paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah).
Pasal 38
Setiap orang yang melibatkan
anak dalam kegiatan dan/atau
sebagai obyek
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 dipidana dengan
pidana yang sama dengan
pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 30, Pasal 31, Pasal
32, Pasal 33, Pasal 35,
Pasal 36, dan Pasal 37,
ditambah 1/3 (sepertiga) dari
maksimum ancaman pidananya.
Pasal 39
Setiap orang yang mengajak,
membujuk, memanfaatkan,
membiarkan,
menyalahgunakan kekuasaan
atau memaksa anak dalam
menggunakan produk atau
jasa pornografi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12
dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 6 (enam) bulan
dan paling lama 6 (enam) tahun
atau pidana denda paling
sedikit Rp250.000.000,00 (dua
ratus lima puluh juta rupiah)
dan paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar
rupiah).
Pasal 40
(1) Dalam hal tindak pidana
pornografi dilakukan oleh atau
atas nama suatu korporasi,
tuntutan dan penjatuhan pidana
dapat dilakukan terhadap
korporasi dan/atau
pengurusnya.
8 | RUU-APP September 2008
(2) Tindak pidana pornografi
dilakukan oleh korporasi apabila
tindak pidana tersebut
dilakukan oleh orang-orang,
baik berdasarkan hubungan
kerja maupun berdasarkan
hubungan lain, bertindak dalam
lingkungan korporasi tersebut,
baik sendiri maupun
bersama-sama.
(3) Dalam hal tuntutan pidana
dilakukan terhadap suatu
korporasi, korporasi tersebut
diwakili oleh pengurus.
(4) Pengurus yang mewakili
korporasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dapat
diwakili oleh orang lain.
(5) Hakim dapat memerintahkan
pengurus korporasi agar
pengurus korporasi
menghadap sendiri di
pengadilan dan dapat pula
memerintahkan pengurus
korporasi
supaya pengurus tersebut
dibawa ke sidang pengadilan.
(6) Dalam hal tuntutan pidana
dilakukan terhadap korporasi,
maka panggilan untuk
menghadap dan penyerahan
surat panggilan tersebut
disampaikan kepada pengurus
di
tempat tinggal pengurus atau di
tempat pengurus berkantor.
(7) Pidana pokok yang dapat
dijatuhkan terhadap korporasi
hanya pidana denda dengan
ketentuan maksimum pidana
dikalikan 3 (tiga) dari pidana
denda yang ditentukan dalam
setiap pasal dalam Bab ini.
Pasal 41
Selain pidana pokok
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 40 ayat (7), korporasi
dapat
dikenakan pidana tambahan
berupa:
a.pembekuan izin usaha;
b.pencabutan izin usaha;
c.perampasan kekayaan hasil
tindak pidana; dan/atau
d.pencabutan status badan
hukum.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 42
Pada saat Undang-Undang ini
berlaku, dalam waktu paling
lama 1 (satu) bulan setiap
orang yang memiliki atau
menyimpan produk pornografi
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (1) harus
memusnahkan sendiri atau
menyerahkan kepada pihak
yang
berwajib untuk dimusnahkan.
Pasal 43
Pada saat Undang-Undang ini
mulai berlaku, semua peraturan
perundang-undangan
yang mengatur atau berkaitan
dengan tindak pidana
pornografi dinyatakan tetap
berlaku
sepanjang tidak bertentangan
dengan Undang-Undang ini.
Pasal 44
Undang-Undang ini mulai
berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-Undang
ini
dengan penempatannya dalam
Lembaran Negara Republik
Indonesia.
9 | RUU-APP September 2008
PENJELASAN:
Pasal 4
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan
"persenggamaan yang
menyimpang" antara lain
persenggamaan atau aktivitas
seksual lainnya dengan mayat
dan binatang, oral seks,
anal seks, lesbian, homoseksual.
Huruf b
Yang dimaksud dengan
”kekerasan seksual” antara
lain persenggamaan yang
didahului
dengan tindakan kekerasan
(penganiayaan) atau mencabuli
dengan paksaan,
pemerkosaan.
Huruf d
Yang dimaksud dengan
"mengesankan ketelanjangan"
adalah penampakan tubuh
dengan menunjukkan
ketelanjangan yang
menggunakan penutup tubuh
yang tembus
pandang.
Pasal 5
Yang dimaksud dengan
"mengunduh" adalah
mengalihkan atau mengambil
fail (file) dari
sistem teknologi informasi dan
komunikasi.
Pasal 6
Yang dimaksud dengan "yang
diberi kewenangan oleh
perundang-undangan" misalnya
lembaga yang diberi
kewenangan menyensor film,
lembaga yang mengawasi
penyiaran,
lembaga penegak hukum,
lembaga pelayanan kesehatan
atau terapi kesehatan seksual,
dan lembaga pendidikan.
Lembaga pendidikan tersebut
termasuk pula perpustakaan,
laboratorium, dan sarana
pendidikan lainnya.
Kegiatan memperdengarkan,
mempertontonkan,
memanfaatkan, memiliki, atau
menyimpan barang pornografi
dalam ketentuan ini hanya
dapat digunakan di tempat
atau lokasi yang disediakan
untuk tujuan lembaga
dimaksud.
Pasal 10
Yang dimaksud dengan
"mempertontonkan diri" adalah
perbuatan yang dilakukan atas
inisiatif dirinya atau inisiatif
orang lain dengan kemauan dan
persetujuan dirinya. Yang
dimaksud dengan "pornografi
lainnya" antara lain kekerasan
seksual, masturbasi atau
onani.
Pasal 13
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan
"pembuatan" termasuk
memproduksi, membuat,
memperbanyak, atau
menggandakan.
Yang dimaksud dengan
"penyebarluasan" termasuk
menyebarluaskan, menyiarkan,
mengunduh, mengimpor,
mengekspor, menawarkan,
memperjualbelikan,
menyewakan,
meminjamkan, atau
menyediakan.
Yang dimaksud dengan
"penggunaan" termasuk
memperdengarkan,
mempertontonkan,
memanfaatkan, memiliki atau
menyimpan.
10 | RUU-APP September 2008
Frasa "selain sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat
(1)" dalam ketentuan ini
misalnya majalah yang memuat
model berpakaian bikini, baju
renang, pakaian olahraga
pantai, yang digunakan sesuai
dengan konteksnya.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "di
tempat dan dengan cara
khusus" misalnya penempatan
yang tidak dapat dijangkau oleh
anak-anak atau pengemasan
yang tidak menampilkan
atau menggambarkan
pornografi.
Pasal 14
Yang dimaksud dengan "materi
seksualitas" adalah materi yang
tidak mengandung
unsur yang dapat
membangkitkan hasrat seksual
dan/atau tidak melanggar
kesusilaan
dalam masyarakat, misalnya
patung telanjang yang
menggambarkan lingga dan
yoni.
Pasal 16
Ketentuan ini dimaksudkan
untuk mencegah sedini mungkin
pengaruh pornografi
terhadap anak dan ketentuan ini
menegaskan kembali terkait
dengan perlindungan
terhadap anak yang ditentukan
dalam Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2003 tentang
Perlindungan Anak.
Pasal 19
Huruf a
Yang dimaksud dengan
"pemblokiran pornografi
melalui internet" adalah
pemblokiran
barang pornografi atau
penyediaan jasa pornografi.
Pasal 20
Huruf a
Yang dimaksud dengan
"pemblokiran pornografi
melalui internet" adalah
pemblokiran
barang pornografi atau
penyediaan jasa pornografi.

Sabtu, 18 September 2010

Pembakaran Jadi Dilakukan oleh Pendeta di AS(naudzubillah)

Pembakaran Alquran
Ternyata Jadi Dilakukan
(Liputan 6)
Kam, 16 Sep 2010 18:57 WIB
Liputan6.com, Springfiled:
Pembakaran Alquran yang
sebelumnya akan dilakukan
oleh pendeta dari Florida Terry
Jones, pada peringatan tragedi
11 September, urung
dilaksanakan karena
mendapatkan kecaman dari
berbagai pihak. Namun
ternyata oleh pendeta Bob Old
dan Danny Allen. Mereka
membakar Alquran di halaman
belakang sebuah rumah di
Springfileld, Amerika Serikat,
Sabtu (11/9) silam.
Bob Old dan rekannya Danny
Allen berdiri bersama di
halaman belakang rumah tua.
Mereka menyebut tindakan itu
sebagai panggilan dari Tuhan.
Mereka membakar dua salinan
Quran dan satu teks Islam
lainnya di depan segelintir
orang, yang sebagian besar dari
media.
Seperti dilansir Detroit News,
ternyata pembakaran Alquran
juga terjadi di Michigan. Sebuah
Alquran dibakar di depan pusat
ajaran Islam di kota tersebut.
Ryanne Nason, seorang
cendekiawan Amerika Serikat,
seperti dilansir sebuah koran
lokal Mainecampus, Kamis
(15/9), menyebut bahwa
pembakaran yang dilakukan
oleh sejumlah orang sangat
menyedihkan dan memalukan.
Di AS, negara yang dibentuk
pada keyakinan kebebasan
beragama, setiap orang
diberikan hak untuk
mempraktikkan agama yang
mereka yakini, seperti
Yudaisme, Islam, Kristen, atau
tidak menganut agama sama
sekali. Dengan membakar
Alquran atau kitab suci agama
lain, bayangan seluruh bangsa
lain membuat AS adalah negara
tanpa kelas dan tidak etis.
Sungguh ironis bahwa Terry
Jones atau Bob Old merasa
memiliki perlindungan
berdasarkan amandemen
pertama untuk membakar kitab
suci agama lain yang ia tidak
percaya. Padahal semua
muslim di AS dilindungi oleh
undang-undang konstitusional
yang sama. Hal ini akan
memeberikan cela pada
reputasi Amerika.
Menurut Ryanne, orang
beragama menggunakan moral
yang kuat dan nilai-nilai,
namun sekarang orang
mendiskreditkan keyakinan
mereka karena bersifat
menghakimi dan intoleransi.
Salah satu dari banyak alasan
mengapa kita memiliki pasukan
di Irak dan Afghanistan adalah
untuk melawan penindasan
dan penganiayaan agama
terhadap penduduk negara di
negara tersebut. Namun, saat
ini ternyata warga negara
Amerika sendiri yang
melecehkan agama lain.
Di Chicago, Mohammed
Kaiseruddin, Dewan Direksi
Pusat Ajaran Islam memberikan
gambaran terhadap
pembakaran Alquran yang
sangat berbeda dengan nilai-
nilai yang dianutnya. Ia
mengatakan kepada Huffington
Post hari ini, "Kami merasa
seperti kita sudah menjadi
korban. Ketika kami memegang
Alquran, kami
memperlakukannya dengan
sangat hormat. Kami tidak
pernah menaruh salinan
Alquran di lantai. Sejak kecil,
kami selalu mengingatkan
anak-anak untuk menghormati
kitab suci ini. Kami juga
mengajarkan kepada mereka
ketika selesai membaca
Alquran, mereka menutup dan
menciumnya, lalu
menyimpannya". (Huffington
Post/Mainecampus/
Detroitnews/DES/IAN)

Selasa, 07 September 2010

CARA MENGHITUNG ZAKAT

Zakat Profesi/ Penghasilan

Zakat profesi/penghasilan adalah zakat yang dikeluarkan dari hasil profesi seseorang, baik dokter ,arsitek, notaris, ulama, artis ,guru, pegawai negri/ swasta, wiraswasta dll.
Nishab sebesar 5 wasaq atau setara dengan 653 kg bahan pangan pokok yang siap dikonsumsi spt kurma,gandum, beras dan biji jagung. Besar zakat profesi yaitu sebesar 2,5%.
Jika standar harga beras per kg = Rp 5000/kg, nilai nishab sebesar Rp 3.265000
Contoh:
Bapak Ahmad adalah seorang karyawan perusahaan swasta. Setiap awal bulan ia mendapat gaji dari perusahaan tersebut (take home pay) sebesar Rp 6.000.000,- . Karena besar gaji Bapak Ahmad sudah memenuhi nishab, maka Bapak Ahmad wajib mengeluarkan zakat dengan perhitungan Rp 6.000.000 x 2,5% = Rp 150.000,-
Pengertian Zakat:
Kata Zakat merupakan nama dari sesuatu hak Allah yang dikeluarkan seseorang kepada fakir miskin. Dinamakan Zakat dikarenakan mengandung harapan untuk mendapatkan berkah,membersihkan dan memupuk jiwa dengan berbagai kebaikan.

Adapun makna zakat itu adalah tumbuh, suci, dan berkah. Allah swt. berfirman "Ambilah (sebagian) dari harta mereka menjadi sedekah (zakat), dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka..." (at-taubah:103)

Zakat merupakan salah satu dari lima rukun islam dan disebutkan secara beriringan dengan kata shalat pada 82 ayat di dalam Al-Quran. Allah swt. telah menetapkan hukum wajib atas zakat sebagaimana dijelaskan di dalam Al-Quran, sunah Rasul, dan ijma' ulama kaum muslimin.

Disisi lain, zakat juga untuk menyucikan jiwa mereka, menumbuhkan dan mengangkat derajatnya dengan berkah dan kebajikan, baik dari segi moral maupun amal, hingga dengan demikian ia akan layak mendapatkan kebahagiaan, baik di dunia maupun akhirat.
Allah swt. Berfirman :
"Sesungguhnya, orang-orang yang bertakwa berada di dalam taman-taman (surga) dan di mata-mata air ,sambil mengambil apa yang diberikan kepada mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat kebaikan. Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. Dan di akhir malam (sebelum fajar), mereka memohon ampun (kepada Allah). Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang menahan diri (dari meminta)." (adz-Dzaariyat:15-19)

Macam-macam zakat dan cara menghitungnya.

"Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji." (Qs 2:267)

MACAM-MACAM ZAKAT